BUKA INFORMASI PELAKSANAAN HITUNG CEPAT...!!!
BONGKAR PENYESATAN INFORMASI PUBLIK HASIL HITUNG CEPAT PILPRES...!
Indonesia telah melalui tahap penting dalam
perkembangan demokrasi. Jutaan warga telah menggunakan hak pilihnya untuk
menentukan Presiden dan Wakil Presiden baru. Antusiasme warga begitu tinggi
dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) kali ini bahkan lebih
tinggi dari pemilu legislatif bulan April yang lalu. Ini menunjukkan bahwa
Indonesia semakin maju dalam berdemokrasi.
Sayangnya, kegembiraan warga dalam pesta demokrasi
ini terganggu oleh adanya polemik hasil perhitungan cepat (Quick Count) oleh
berbagai lembaga survei. Di mana tujuh lembaga survei memenangkan pasangan
nomor urut 2 (dua): Jokowi-Jusuf Kalla. Sementara empat lembaga survei lain
memenangkan pasangan nomor urut 1 (satu): Prabowo-Hatta. Perbedaan hasil
perhitungan cepat ini membawa dampak serius. Kedua pasangan calon saling
mendeklarasikan kemenangan dan masyarakat menjadi bingung karena situasi ini.
Polemik hasil perhitungan cepat ini jika tidak
segera disikapi akan memicu konflik horizontal. Masing-masing pasangan calon bukan
tidak mungkin dapat memobilisasi pendukung untuk mempertahankan klaim
kemenangan.
Berdasarkan pasal 1 ayat (3) UU 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
(KIP), FOINI memandang bahwa Lembaga Survey termasuk badan publik yang
harus mematuhi ketentuan yang diatur dalam UU KIP. salah satunya memberikan
informasi yang akurat, benar, dan TIDAK MENYESATKAN.
Atas dasar itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil Untuk
Keterbukaan Informasi Publik atau FOINI (Freedom Of Information Network
Indonesia) menyatakan sikap:
1. PERTAMA : Menuntut akuntabilitas penyelenggaraan
hitung cepat pilpres yang dilaksanakan oleh seluruh lembaga survey untuk :
a)
Membuka informasi pendekatan
metodologi hitung cepat yang digunakan
b)
Membuka informasi jumlah dan
lokasi sampel yang dijadikan basis data hitung cepat pilpres.
c)
Membuka informasi sumber dana
penyelenggaraan hitung cepat pilpres
KEDUA: Menuntut Komisi Informasi pusat untuk
mengambil sikap agar tidak terjadi simpang siur informasi publik berupa hasil
survey yang berpotensi menyesatkan.
2. Menununtut Majelis Etik
Asosiasi untuk terbuka dalam melalsanakan audit terhadap lembaga survey yang
menjadi anggotanya. Dan harus dipublikasi kepada masyarakat.
3. Terhadap hasil audit majelis etik, jika terbukti
informasinya adalah menyesatkan, maka sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) Pasal 55, lembaga survei dan stasiun televisi yang bersangkutan
dapat dipidana.
4. Mendesak kepada aparat penegak
hukum untuk menindak tegas lembaga survei dan stasiun televisi yang terbukti
telah terbukti menyebarkan informasi yang tidak akurat dan menyesatkan sesuai
UU KIP dan peraturan perundangan lainnya.
5. Untuk menjaga proses
rekapitulasi perhitungan suara, FOINI mengajak warga untuk turut mengawasi dan
melaporkan jika menemukan adanya pelanggaran.
6. Adanya
keterlibatan sejumlah Kepala Daerah dalam tim sukses masing-masing calon
berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam proses perhitungan suara.
Oleh sebab itu Presiden sebagai kepala negara perlu memastikan netralitas
Kepala Daerah.
Jakarta,
10 Juli 2014
FOINI (Freedom Of Information Network Indonesia)
YAPPIKA, PATTIRO, ICW, IPC, TII,
Seknas FITRA, ICEL, IBC, MediaLink, Perludem, IBC, PSHK, SBMI, Koak Lampung,
PATTIRO Serang, PATTIRO Banten, Perkumpulan Inisiatif, PATTIRO Semarang, KRPK
Blitar, Sloka Institute, SOMASI NTB, Laskar Batang, PIAR NTT, KOPEL Makassar,
SKPKC Papua, Mata Aceh, GerAk Aceh, JARI KalTeng, KH2Institute, PUSAKO Unand,
FITRA Riau, LPI PBJ, Institute Tifa Damai Maluku, Perkumpulan IDEA Yogyakarta
Contact Person:
1. Ari Setiawan (PATTIRO - 085711883817)
2. Hendrik Rosdinar (YAPPIKA - 08111463983)
3. Wawan Sujatmiko (TII – 085640095088)
4. Hanafi (IPC – 08119952737)
5. Maulana (Seknas FITRA – 081382828670)
Tidak ada komentar: