Aku ingin menjadi sepi yang bersemayam di kedalaman hati milikku sendiri
Hening hati ini, terkatub goresan hujaman sembilu
Separuh nafas bernuansa hati hadir dimalam sunyi membuatku terbangun dari bayang duka yang terus bertamu dikepalaku.
Pada petang, yang tetap setia menyapa, mengapa kasih masih tertahan pada rasa yang sakit.
Untuk kelam ini dan selanjutnya, kasih dan sakit masih belum ingin
bersekutu, hati dipaksa untuk berbesar sabar lagi... tak mampu.
Airmata kutahan hadir menyapaku, ketika pena menggoreskan sajak tentang sakit.
Sesekali ingin rasanya memadamkan api amarah di hati yang terhina. Agar ada terang rasaku saat kuingat aku.ibu mereka.
Walau kepongahan mereka adalah pelanggan setia, mendera nuraniku
Wajah mereka anakku muncul dari dasar jurang luka yang berulang, yang
pernah bangunkan rasa yang disebut cinta kasih seorang Ibu..
Rasa
ini tersesat,kepeluk sunyi sebatas angan, segaris larik bait puisi; di
sudut mata aku buta, pada cinta sebagai Ibu yang membuai.
Cinta kasih itu nerakaku, ku bawa berlalu menjauh membawa
kunci rumahku, hingga tak kuingin mereka dapat masuk menghujam kembali lukaku..
Lara ini, hadirkan hujan air mata kesedihan bersama ratapan langit karna ketulusan yang tersia-siakan.
Bantu aku untuk membenci waktu, karena ingatan tentang penghinaan hadirkan sesal yang berkepanjangan .
Perkara perihnya luka, do'a terurai meminta Tuhan menyembuhkan goresan
sembilu cinta Ibu yang disayat anak2nya... hadirkan puisi dimana hanya
ada tangisan pilu yang melingkari angka angka arloji.
Bak alunan
melodi yang lebih dari merdu celoteh gugatan sang anak. kita adalah
lagu-lagu yang tak seirama yang kita nyanyikan pada kesempatan berbeda.
mengasuh kasih meretas dukaku kemudian membasuh menyiram habis
kesedihan. biarlah airmata ini menuliskan kisahku sebagai ibu ketika
cerca terus menyapaku.
Puisi yang merintih perih sebab kepongahan
cukup jadi belati pada tubuh puisi duka ibu sepertiku adalah duka yang
paling menyesakkan dada.
Di tangan Tuhan cinta berluka ini kuserahkan.....
2015
Tidak ada komentar: