Aksiku

Perjuangan

My Family

Pendidikan

Buruh Migran

Perjalanan

Galery Video

» » Situasi Politik

Kekacauan politik sekarang ini berlahan-lahan
menelanjangi moralitas dari pada partai-partai borjuasi.
Pelbagai persoalan dan perilaku borjuasi telah
menciptakan “skeptisme” ditengah-tengah rakyat.
Serangkain aktivitas korupsi oleh elit-elit partai borjuasi,
yakni dari skandal kasus Century, kasus Hambalang,
kasus pengadaan Al-Qur’an hingga kasus korupsi impor
daging sapi sebagai berita yang menghiasi media-media
cetak dan elektronik nasional. Dan semua partai borjuasi,
tanpa kecuali, pernah terlibat dalam kegiatan perilaku
kotor tersebut. Akan tetapi dengan tipu muslihat, partai
borjuasi melakukan pencitraan politik agar rakyat percaya
dan memilihnya dalam pemilu 2014.
Dengan demokrasi borjuasi, kelas kapitalis menanamkan
ilusi kepada rakyat agar percaya dan menyerahkan
(menitipkan) nasib mereka kepada para “wakil rakyat” di
parlemen. Sehingga rakyat akan terjebak pada
birokratisme parlemen dan meninggalkan jalan massa aksi
yang teratur dalam memperjuangkan nasib dan
kesejahteraan. Karena tipu daya partai borjuasi kepada
rakyat, yakni dengan berada di dalam parlemen, adalah
mungkin bahkan satu-satunya jalan bagi kesejahteraan
rakyat.
Kemudian dengan kampaye “Kaum Muda saatnya
memimpin”, partai borjuasi hendak mengilusi kaum muda
dengan merekrutnya. Celakanya, kampus dijadikan lahan
rekruitasi parati borjuasi dengan berbagai kedok agenda
kunjungan dan seminar. Dalam melanggengkan kekuasaan
borjuasi, mereka membutuhkan tenaga dan energi yang
besar –yang memiliki intelektualitas tinggi untuk
memperluas “jaring-jaring suara”.
Inilah yang selalu mereka produksi untuk mengilusi
kesadaran rakyat. Sehingga, ketika pesta demokrasi
borjuasi digelar maka rakyat dipaksa untuk mengikuti
arakan kampaye dan memberikan suaranya pada partai
borjuasi. Kemudian setelah terpilih, kaum borjuasi segera
menunjukan wataknya sebagai penindas dengan
menciptakan pelbagai kebijakan-kebijakan yang menindas
rakyat.
Pemilu, parlemen dan demokrasi tidak lain merupakan
perkakas dari yang memerintah. Jikalau hari ini, yang
memiliki kuasa memerintah adalah kelas borjuasi
tentunya pemilu, parlemen dan demokrasi hanya berfungsi
sebagai pelaksanan untuk mengelola dari seluruh urusan-
urusan kaum borjuasi. Apa kepentingan dari borjuasi ini?
Kepentingan kaum borjuasi adalah memperkaya diri
sendiri dengan melakukan eksploitasi, ekspansi dan
akumulasi berdasarkan filsafat individualisme.
Bahwa setiap kelas yang berkuasa, pastilah ia akan
menciptakan perangkat moralnya sendiri, kekuasaan
borjuasi akan menciptakan moral borjuasi pula. Moral ini
tidak turun dari langit, melainkan lahir dari dinamika
sejarah umat manusia. Dan suatu pandangan moral
adalah suatu bentuk dari kesadaran sosial yang
menentukan perilaku manusia dalam kehidupan
bermasyarakat melalui relasi produksi ekonominya. Dalam
bukunya Anti-During (1878) F. Engels menulis tentang ini:
“….. kita berpendapat bahwa teori moral yang sudah ada
hingga sekarang, pada analisa terakhir, merupakan produk
keadaan ekonomi dari pada masyarakat pada waktu keadaan
itu berlaku. Dan karena hingga sekarang masyarakat
bergerak dalam pertentangan-pertentangan klas, maka moral
selaku merupakan moral klas; disatu pihak ia membenarkan
dominasi dan kepentingan-kepentingan klas yang berkuasa
dan dipihak lain, setelah klas yang tertindas menjadi cukup
kuat ia mengemukakan kemarahan terhadap dominasi itu
serta kepentingan-kepentingan hari depan dari kaum yang
tertindas” (F. Engels, Anti-Duhring: 132-133).
Kerja merupakan nadi dari setiap kehidupan manusia.
Akan tetapi, dalam peradaban sejarah umat manusia, ada
segerombolan manusia yang menikmati dari hasil kerja
manusia lain. Dengan hukum besi kepemilikan pribadi
muncullah moralitas penghisap. Sehingga moral
sesungguhnya lahir dari hubungan-hubungan produksi
dalam masyarakat. Kemudian corak ekonomi yang berlaku
pada zaman ini adalah ekonomi kapitalis. Dimana
kepemilikan di monopoli oleh segelintir orang dan
menghisap tenaga pekerja upahan. Kemudian salah satu
pembela dari moral kelas kapitalis adalah para partai
politik borjuasi. Dengan suap-suap, mereka hendak
membenarkan dan membela adanya penghisapan manusia
atas manusia. Tugas selanjutnya dari para partai borjuasi
adalah meng-absolut-kan moral borjuasi.
Partai borjuasi dengan karakter yang inkonsisten, sering
terombang-ambing mengikuti kehendak dan tunduk pada
kepentingan kelas kapitalis. Keberadaan partai borjuasi
ini telah mengubah slogan-slogan perjuangan rakyat
menjadi “pepesan kosong”, menghentikan perjuangan
pembebasan rakyat dengan janji-janji palsu tentang
perubahan sosial dan kesejahteraan.
Cara berpikir pragmatis kaum elit borjuasi hanya
bagaimana menuju ke tampuk kursi kekuasaan ataupun
parlemen sebagai simbol demokrasi borjuasi. Partai
politik borjuasi di arena persaingan “pasar bebas politik”
telah menyatu dengan korporasi-korporasi. Tujuannya
bersatunya korporasi dengan partai politik borjuasi adalah
memperlancar arus modal dan memperbesar penghisapan
terhadap rakyat.
Moral borjuasi tentu akan bertentangan dengan moral
kelas tertindas. Moral kelas tertindas menentang
penghisapan dan penindasan. Moral kelas tertindas
menentang pemilu, parlemen dan demokrasi borjuasi
dimana sebagai perkakas kelas yang berkuasa. Moral
kelas tertindas adalah moral kolektif (gotong royong).
Kedua moral ini saling berlawan dan hendak saling
menegasikan. Kemudian Lenin menyatakan dengan tegas
dalam “Tugas-tugas Liga Pemuda”, bahwa “moral kita
secara menyeluruh disubordinasi pada kepentingan
perjuangan kelas proletariat. Moralitas kita berasal dari
kepentingan perjuangan kelas proletariat.”
Pada era kapitalisme yang berjaya, kapitalis sebagai kelas
yang dominan, ia telah menciptakan kelas baru yang
berlawanan yaitu proletariat atau buruh. Maka kelas
buruh dalam lapangan sejarahnya, ia memiliki tugas
sebagai pelopor dalam meruntuhkan kekuasaan borjuasi
yang sedang berkuasa. Dengan moral kelas buruh yang
disiplin tinggi, terorganisir secara kolektif dan memiliki
moral yang revolusioner dengan massa aksi teratur, ia
akan menjadi duri bagi ilusi moral borjuasi. Selanjutnya
moral kelas buruh akan menelanjangi moral borjuasi
sedikit demi sedikit hingga seluruh rakyat sadar bahwa
moral borjuasi adalah moral hak milik pribadi, moral
penghisap rakyat.
Kemudian pada pemilu 2014 mendatang, dimana pemilu
tersebut adalah pemilu borjuasi. Pemilu yang hendak
melanggengkan moral borjuasi. Mesin-mesin partai
borjuasi terus bekerja mencari dukungan dikalangan
rakyat termasuk juga di kalangan aktivis gerakan.
Sekurangnya ada 43 aktivis ’98 mendukung partai-partai
borjuasi yang akan berlomba pada 2014 mendatang dan
masih akan terus bertambah. Anggapan dengan masuk
parlemen, mereka akan bisa mengubah sistem dan
mempercayakan perubahan sosial dengan “mengoceh”
disidang-sidang parlemen. Ini merupakan kesesatan
berpikir, dan menunjukan bahwa moral mereka adalah
moral pragmatis –moral kelas borjuasi.
Pelanggengan moralitas borjuasi, ditunjukan dengan
munculnya tokoh-tokoh yang berwajah populis. Jokowi
dan Rieke misalnya, mereka tampil dalam panggung
politik PILGUB dan “berkoar-koar” tentang kesejahteraan
rakyat. Dipanggung kampaye, mereka telah menghimpun
ribuan buruh dan rakyat. Dengan janji-janjinya, mereka
berhasil mengilusi kesadaran dan moralitas rakyat untuk
selalu tunduk pada kelas berkuasa. Bahwa sepopulis-
populisnya mereka, sejatinya meraka tetap mewakili para
borjuasi –sebagai wakil dari kepentingan borjuasi.
Maka jelas, moral kita bertentangan dengan moral
borjuasi, moral kita mendasarkan diri pada moral
perjuangan rakyat. Moral kita menginginkan hilangnya
penghisapan borjuasi terhadap rakyat. Sehingga moral
kita adalah moral yang menentang borjuasi dan politiknya,
salah satunya adalah pemilu borjuasi 2014.
Diam bukanlah ekspresi politik kita dalam menolak
pemilu borjuasi 2014. Karena dengan berdiam diri, kita
sama juga membiarkan adanya penghisapan. Moral kita
bukan hanya moral tolak, moral dari sekelompok (grup)
mobilisasi tolak pemilu borjuasi –kelompok yang frustasi
dengan pemilu borjuasi 2014. Akan tetapi, moral kita
bergerak lebih maju, yakni moral revolusioner. Dimana
moral revolusioner kita adalah menolak pemilu borjuasi
2014 dengan aktif membangun alat kekuatan politik
rakyat sendiri. Moral kita adalah moral pembebasan
nasional dari cengkraman kapitalisme, dan itu hanya
dapat diwujudkan dengan persatuan gerakan rakyat
dibawah panji-panji alat politik rakyat sendiri. Maka
tugas kita adalah turut serta dalam pembangunan alat
politik rakyat bersama gerakan rakyat lainnya. Moral
sejati kita adalah moral yang selalu bersandar pada moral
perjuangan kelas. Dan perlu ditegaskan, bahwa moral
kelas buruh-lah yang akan menuntun masa depan kita
menuju masyarakat yang adil secara sosial, demokratis
secara politik, sejahtera secara ekonomi, dan partisipasi
secara budaya.
(Fajar Ardhi)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.