Aksiku

Perjuangan

My Family

Pendidikan

Buruh Migran

Perjalanan

Galery Video

» » BPJS



Aksi didepan MK
Tepat 1 Januari UU BPSJS diberlakukan. Negara mulai melepaskan diri dari kewajibannya
terhadap rakyat dalam layanan public khususnya di bidang kesehatan. Rakyat harus
membayar sendiri biaya kesehatannya. Mengapa terjadi dan seperti apa wujudnya?
Ikuti penelusurannya berikut ini.
Lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No 40 tahun 2004 dan UU Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) No 24 tahun 2011 dipropagandakan sebagai berkah bagi rakyat.  Namun benarkah semua itu akan menjadi berkah dan dijalankan demi
kepentingan rakyat? Benarkah nantinya rakyat yang akan merasakan manfaat terbesar dari
asuransi sosial itu? Jawabannya bisa ditelusur sejak proses lahirnya UU SJSN dan UU BPJS,
siapa yang berperan, siapa yang menentukan? Sebab pihak yang berperan besar dan
menentukan biasanya adalah yang paling berkepentingan atau menjadi alat dari pihak
yang paling berkepentingan. Dari penelurusan dokumen-dokumen terkait
lahirnya SJSN dan BPJS, nyatanya pihak asinglah yang banyak berperan bahkan
menentukan, terutama ADB (Asian Development Bank). Hal itu berawal pasca krisis tahun
1997. Salah satu poin Letter of Intent (LoI) yang didektekan oleh IMF adalah liberalisasi
sektor keuangan. Untuk itu dibuat banyak proyek utang baik dari IMF, Bank Dunia dan
ADB. Kisah SJSN dimulai dari ide untuk mereformasi
sektor keuangan. Lalu pada tahun 1998 dibuat proyek utang Loan 1618-INO senilai US$ 1,4
milyar dari ADB yaitu Financial Governance Reforms: Sector Development Program –
FGRSDP- (dokumen ADB PCR: INO 31660). FGRSDP merupakan bagian integral dari paket
penyelamatan IMF pada akhir 1997. FGRSDP fokus membantu restrukturisasi sektor
perbankan dan perbaikan alokasi sumberdaya finansial dan sektor publik dengan penguatan
tata kelola, peningkatan transparansi informasi keuangan dan penguatan kerangka legal dan
regulasi sektor keuangan.Kepentingan Bisnis
Muncul pertanyaan, kenapa asing dalam hal ini ADB sampai seperti itu terkait UU SJSN dan
BPJS? Yang jelas hal itu memang bagian dari misi ideologis mereka agar negara-negara di
dunia makin total menerapkan kapitalisme. Diluar itu, jelas ini adalah proyek utang yag
disertai bunga, di mana jumlah utang mencapai milyaran dolar. Ini jumlah yang sangat besar.
Namun di luar kedua itu, ada kepentingan besar di balik SJSN dan BPJS, yaitu kepentingan
bisnis. Secara luar, kedua SJSN ditampakkan seolah itu untuk kepentingan rakyat. Padahal
dari pelaksanaan asuransi sosial itu akan terkumpul dana sangat besar. Itulah yang
sebenarnya menjadi incaran dalam jangka panjang. Sebagai gambaran, terkait transformasi empat BUMN (ASABRI, TASPEN, JAMSOSTEK, ASKES), itu sudah menyangkut dana sekitar Rp 190 trilyun, baik dalam bentuk aset korporat maupun aset dana jaminan! Dari 240 juta
rakyat Indonesia, baru sebagian kecil saja yang ikut program empat BUMN itu. Padahal SJSN
itu mewajibkan seluruh rakyat jadi peserta asuransi sosial. Bisa dibayangkan, berapa
besar dana yang akan dikumpulkan oleh BPJS. Dari asuransi sosial kesehatan yang akan mulai
berlaku awal tahun depan, jika diasumsikan setiap orang harus membayar Rp 22.000 maka
akan terkumpul Rp 5,28 trilyun perbulan atau Rp 63,36 trilyun pertahun. Total dana jaminan
kesehatan tahun ke-5 bisa mencapai lebih dari 300 trilyun, tahun ke-15 lebih dari Rp 1.000
trilyun, dan makin lama total dana itu akan makin besar. Ini baru dari asuransi sosial
kesehatan dan dengan satu iuran untuk pelayanan kelas tiga. Di antara peserta wajib asuransi sosial mungkin saja tidak sedikit yang membayar iuran untuk kelas 2 Rp 40 ribu perbulan atau bahkan kelas 1 yang sekitar Rp 50 ribu perbulan. Padahal masih ada empat asuransi sosial lainnya yaitu, arusansi sosial jaminan hari tua, asuransi social kecelakaan kerja, asuransi sosial kematian dan asuransi sosial pensiun. Semua itu adalah sumber dana yang sangat besar.
Di dalam draft White Paper SJSN yang disusun oleh Depkeu bersama ADB dan Mr Mitchell
Wiener ahli asuransi sosial Bank Dunia disebutkan, “Program Jaminan Hari Tua SJSN
akan menghimpun aset dalam jumlah yang sangat besar. Dengan asumsi besar iuran JHT 3
persen dari upah dimana total upah sebesar 35 persen PDB maka aset rogram Jaminan Hari
Tua dinyatakan dalam persen PDB pada tahun ke-5 sebesar 5 persen, tahun ke-10 sebesar
9,6 persen, tahun ke-15 sebesar 13,6 persen dan tahun ke-20 sebesar 17,0 persen.” PDB
2012 sudah lebih dari Rp 7.000 trilyun. Menurut perkiraan Standard Chartered
Research dalam laporannya " The Super-Cycle Report " pada 15 November 2010, PDB
Indonesia tahun 2020 diperkiraan akan mencapai US$ 3,2 trilyun atau sekitar Rp
28.800 trilyun (kurs Rp 9000) dan pada 2030 mencapai US$ 9,3 trilyun atau sekitar Rp 83.700 trilyun. Artinya perkiraan total dana Jaminan Hari Tua tahun 2020 bisa mencapai Rp 1.440 trilyun (5 persen PDB) dan tahun 2030Rp 10.881 trilyun (13 persen PDB). Dana
sangat sangat besar inilah yang menjadi incaran barat. Lalu dana sangat sangat besar itu diapakan? Jawabannya adalah diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi di pasar
finansial. Hal jelas dinyatakan di UU SJSN dan UU BPJS. Pasal 47 ayat 1 UU SJSN
menyatakan, “Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan
Penyelenggara jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai ”. Pasal 11.b UU BPJS:
“ menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,kehati-hatian, keamanan dana, dan
hasil yang memadai .”Dana itu diinvestasikan dalam bentuk apa dan di mana? Tentu dalam bentuk investasi finansial di pasar finansial. Bisa dalam bentuk Surat Utang Pemerintah RI, deposito perbankan baik on call atau berjangka, obligasi korporasi, dan surat-surat berharga lainnya. Dengan begitu, maka dana sangat besar itu akan terserap oleh negara Barat terutama AS
dan Eropa yang sedang terpuruk, bank-bank termasuk bank asing, perusahaan-perusahaan
finansial terutama perusahaan finansial AS dan Eropa dan korporasi terutama korporasi besar
barat (AS dan Eropa). Kalau selama ini dipropagandakan seolah-solah
dana asuransi Sosial itu akan aman, dan jikapun diinvestasikan pasti aman dan untung,
itu hanya propaganda kosong. Faktanya, investasi finansial bisa rugi. Jika terjadi krisis
finansial yang makin sering terjadi, investasi finansial bisa saja lenyap. Pada krisis finansial
yang belum lama terjadi, ribuan trilyun dana investasi lenyap termasuk yang berasal dari
dana asuransi sosial, terutama di AS. Sialnya, jika hal itu terjadi maka sangat sulit
diusut oleh aparat penegak hukum termasuk KPK. Sebab BPJS bukan lembaga negara dan
uangnya bukan berasal dari uang Negara (APBN) melainkan dari iuran peserta yang
diwajibkan UU menjadi peserta. Karena tidak berasal dari uang negara, maka akan sangat
sulit bahkan hampir mustahil dijerat dengan tuduhan merugikan keuangan negara, hal itu
seperti dalam kasus Century. Itulah yang terjadi di Amerika dan dunia lainnya.
Jika investasi BPJS di pasar finansial yang berasal dari dana jaminan sosial yang
jumlahnya sangat besar satu saat lenyap, maka para pejabat BPJS akan sangat sulit tersentuh
hukum. Lalu bagaimana dengan BPJS-nya sendiri? Dalam kondisi itu, Pemerintah wajib
bertindak menyelamatkan BPJS, yang artinya wajib memberi talangan kepada BPJS. Ini jelas
disebutkan di UU BPJS Pasal 56 Ayat 2 dan 3. Dan jika dana APBN tidak cukup, harus dicari
cara penyelamatan itu. Salah satu cara adalah peningkatan pajak. Atau diterbitkan Surat
Utang dan dengan itu skandal BLBI bisa akan terulang lagi.
Inilah sesungguhnya yang diincar oleh Barat.
Dengan SJSN dan BPJS sumber dana investasi murah yang sangat sangat besar bisa dengan
mudah dihimpun. Lalu dana sangat sangat besar itu dihisab oleh pasar finansial. Yang
banyak menikmati secara langsung adalah perbankan, perusahaan finansial global, asset
management, securities agent, dan di belakang semua itu adalah para kapitalis. Itulah hasil dari UU SJSN dan BPJS yang dibidani oleh asing (ADB), dan hal itu besar kemungkinan nanti
terjadi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb . [Yahya Abdurrahman- LS DPP HTI ]Tepat 1 Januari UU BPSJS diberlakukan. Negara mulai melepaskan diri dari kewajibannya terhadap rakyat dalam layanan public khususnya di bidang kesehatan. Rakyat harus membayar sendiri biaya kesehatannya.Mengapa terjadi dan seperti apa wujudnya? Ikuti penelusurannya berikut ini.
Lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No 40 tahun 2004 dan UU Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) No 24 tahun 2011 dipropagandakan sebagai berkah bagi
rakyat. Namun benarkah semua itu akan menjadi berkah dan dijalankan demi
kepentingan rakyat? Benarkah nantinya rakyat yang akan merasakan manfaat terbesar dari
asuransi sosial itu? Jawabannya bisa ditelusur sejak proses lahirnya UU SJSN dan UU BPJS,
siapa yang berperan, siapa yang menentukan? Sebab pihak yang berperan besar dan
menentukan biasanya adalah yang paling berkepentingan atau menjadi alat dari pihak
yang paling berkepentingan. Dari penelurusan dokumen-dokumen terkait
lahirnya SJSN dan BPJS, nyatanya pihak asinglah yang banyak berperan bahkan
menentukan, terutama ADB (Asian Development. Bank). Hal itu berawal pasca krisis tahun
1997. Salah satu poin Letter of Intent (LoI) yang didektekan oleh IMF adalah liberalisasi
sektor keuangan. Untuk itu dibuat banyak proyek utang baik dari IMF, Bank Dunia dan
ADB. Kisah SJSN dimulai dari ide untuk mereformasi sektor keuangan. Lalu pada tahun 1998 dibuat proyek utang Loan 1618-INO senilai US$ 1,4 milyar dari ADB yaitu Financial Governance Reforms: Sector Development Program – FGRSDP- (dokumen ADB PCR: INO 31660). FGRSDP merupakan bagian integral dari paket
penyelamatan IMF pada akhir 1997. FGRSDP
fokus membantu restrukturisasi sector perbankan dan perbaikan alokasi sumberdaya
finansial dan sektor publik dengan penguatan tata kelola, peningkatan transparansi informasi
keuangan dan penguatan kerangka legal dan regulasi sektor keuangan. Kepentingan Bisnis
Muncul pertanyaan, kenapa asing dalam hal ini ADB sampai seperti itu terkait UU SJSN dan
BPJS? Yang jelas hal itu memang bagian dari misi ideologis mereka agar negara-negara di
dunia makin total menerapkan kapitalisme. Diluar itu, jelas ini adalah proyek utang yag
disertai bunga, di mana jumlah utang mencapai milyaran dolar. Ini jumlah yang sangat besar. Namun di luar kedua itu, ada kepentingan besar di balik SJSN dan BPJS, yaitu kepentingan
bisnis. Secara luar, kedua SJSN ditampakkan seolah itu untuk kepentingan rakyat. Padahal
dari pelaksanaan asuransi sosial itu akan terkumpul dana sangat besar. Itulah yang sebenarnya menjadi incaran dalam jangka panjang. Sebagai gambaran, terkait transformasi empat
BUMN (ASABRI, TASPEN, JAMSOSTEK, ASKES),itu sudah menyangkut dana sekitar Rp 190 trilyun, baik dalam bentuk aset korporat maupun aset dana jaminan! Dari 240 juta
rakyat Indonesia, baru sebagian kecil saja yang ikut program empat BUMN itu. Padahal SJSN
itu mewajibkan seluruh rakyat jadi peserta asuransi sosial. Bisa dibayangkan, berapa
besar dana yang akan dikumpulkan oleh BPJS. Dari asuransi sosial kesehatan yang akan mulai
berlaku awal tahun depan, jika diasumsikan setiap orang harus membayar Rp 22.000 maka
akan terkumpul Rp 5,28 trilyun perbulan atau Rp 63,36 trilyun pertahun. Total dana jaminan
kesehatan tahun ke-5 bisa mencapai lebih dari 300 trilyun, tahun ke-15 lebih dari Rp 1.000
trilyun, dan makin lama total dana itu akan makin besar. Ini baru dari asuransi sosial
kesehatan dan dengan satu iuran untuk pelayanan kelas tiga.
Di antara peserta wajib asuransi sosial mungkin saja tidak sedikit yang membayar iuran untuk
kelas 2 Rp 40 ribu perbulan atau bahkan kelas 1 yang sekitar Rp 50 ribu perbulan. Padahal
masih ada empat asuransi sosial lainnya yaitu, arusansi sosial jaminan hari tua, asuransi sosial
kecelakaan kerja, asuransi sosial kematian dan asuransi sosial pensiun. Semua itu adalah
sumber dana yang sangat besar. Di dalam draft White Paper SJSN yang disusun
oleh Depkeu bersama ADB dan Mr Mitchell Wiener ahli asuransi sosial Bank Dunia
disebutkan, “Program Jaminan Hari Tua SJSN akan menghimpun aset dalam jumlah yang sangat besar. Dengan asumsi besar iuran JHT 3 persen dari upah dimana total upah sebesar 35
persen PDB maka aset rogram Jaminan Hari Tua dinyatakan dalam persen PDB pada tahun ke-5 sebesar 5 persen, tahun ke-10 sebesar                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 9,6 persen, tahun ke-15 sebesar 13,6 persen dan tahun ke-20 sebesar 17,0 persen.” PDB
2012 sudah lebih dari Rp 7.000 trilyun. Menurut perkiraan Standard Chartered
Research dalam laporannya " The Super-Cycle Report " pada 15 November 2010, PDB
Indonesia tahun 2020 diperkiraan akan mencapai US$ 3,2 trilyun atau sekitar Rp
28.800 trilyun (kurs Rp 9000) dan pada 2030 mencapai US$ 9,3 trilyun atau sekitar Rp
83.700 trilyun. Artinya perkiraan total dana Jaminan Hari Tua tahun 2020 bisa mencapai Rp
1.440 trilyun (5 persen PDB) dan tahun 2030 Rp 10.881 trilyun (13 persen PDB). Dana
sangat sangat besar inilah yang menjadi incaran barat. Lalu dana sangat sangat besar itu diapakan? Jawabannya adalah diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi di pasar
finansial. Hal jelas dinyatakan di UU SJSN dan UU BPJS. Pasal 47 ayat 1 UU SJSN
menyatakan, “Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan
Penyelenggara jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai ”. Pasal 11.b UU BPJS:
“ menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,kehati-hatian, keamanan dana, dan
hasil yang memadai .” Dana itu diinvestasikan dalam bentuk apa dan di mana? Tentu dalam bentuk investasi finansial di pasar finansial. Bisa dalam bentuk
Surat Utang Pemerintah RI, deposito perbankan baik on call atau berjangka, obligasi
korporasi, dan surat-surat berharga lainnya. Dengan begitu, maka dana sangat besar itu
akan terserap oleh negara Barat terutama AS dan Eropa yang sedang terpuruk, bank-bank
termasuk bank asing, perusahaan-perusahaan finansial terutama perusahaan finansial AS dan
Eropa dan korporasi terutama korporasi besar barat (AS dan Eropa).
Kalau selama ini dipropagandakan seolah-solah dana asuransi Sosial itu akan aman, dan jikapun diinvestasikan pasti aman dan untung, itu hanya propaganda kosong. Faktanya,
investasi finansial bisa rugi. Jika terjadi krisis finansial yang makin sering terjadi, investasi
finansial bisa saja lenyap. Pada krisis finansial yang belum lama terjadi, ribuan trilyun dana
investasi lenyap termasuk yang berasal dari dana asuransi sosial, terutama di AS.
Sialnya, jika hal itu terjadi maka sangat sulit diusut oleh aparat penegak hukum termasuk
KPK. Sebab BPJS bukan lembaga negara dan uangnya bukan berasal dari uang negara
(APBN) melainkan dari iuran peserta yang diwajibkan UU menjadi peserta. Karena tidak
berasal dari uang negara, maka akan sangat sulit bahkan hampir mustahil dijerat dengan
tuduhan merugikan keuangan negara, hal itu seperti dalam kasus Century. Itulah yang
terjadi di Amerika dan dunia lainnya. Jika investasi BPJS di pasar finansial yang
berasal dari dana jaminan sosial yang jumlahnya sangat besar satu saat lenyap, maka
para pejabat BPJS akan sangat sulit tersentuh hukum. Lalu bagaimana dengan BPJS-nya
sendiri? Dalam kondisi itu, Pemerintah wajib bertindak menyelamatkan BPJS, yang artinya
wajib memberi talangan kepada BPJS. Ini jelas disebutkan di UU BPJS Pasal 56 Ayat 2 dan 3.
Dan jika dana APBN tidak cukup, harus dicari cara penyelamatan itu. Salah satu cara adalah
peningkatan pajak. Atau diterbitkan Surat Utang dan dengan itu skandal BLBI bisa akan
terulang lagi.Inilah sesungguhnya yang diincar oleh Barat. Dengan SJSN dan BPJS sumber dana investasi murah yang sangat sangat besar bisa dengan mudah dihimpun. Lalu dana sangat sangat
besar itu dihisab oleh pasar finansial. Yang banyak menikmati secara langsung adalah
perbankan, perusahaan finansial global, asset management, securities agent, dan di belakang
semua itu adalah para kapitalis. Itulah hasil dari UU SJSN dan BPJS yang dibidani oleh asing

(ADB), dan hal itu besar kemungkinan nanti terjadi.(Erick Fitria

)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

1 komentar:

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.