
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan, belum ada kabar baik dari pemerintah Arab Saudi soal Tuti Tursilawati, TKI yang terancam pancung karena membunuh majikan yang telah memperkosanya.
“Sangat tidak bisa diprediksi, karena sampai saat ini keluarga majikannya masih meminta untuk dilaksanakan eksekusi. Tapi kami berharap ada penundaan. Pemerintah terus melobi,” kata Muhaimin usai pertemuan antara Menteri Perburuhan Saudi, Adel Muhammad Faqeh, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Selasa (8/11). Muhaimin sendiri ikut serta dalam pertemuan tersebut.
Muhaimin mengungkapkan, keluarga korban sulit memberi maaf kepada Tuti karena telah mengambil uang milik korban setelah membunuhnya. “Karena dia mengambil uang korban juga. Kami betul berupaya agar keluarga korban memberikan maaf,” terangnya.
Tuti memang sempat merampas uang majikannya sebelum kabur. Presiden SBY, menurut Muhaimin, telah meminta Raja Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz al Saud untuk mengampuni atau menunda hukuman Tuti. “Tapi jawaban dari sana, sejauh kewenangan Raja, Raja akan menggunakan kewenangan itu."
“Pihak Saudi mengatakan, pengampunan bisa dilakukan kalau keluarga yang terbunuh memaafkan. Oleh karena itu, Indonesia dan Saudi sama-sama mendekati keluarga korban pembunuhan, sebab yang punya hak memaafkan adalah keluarga korban pembunuhan,” tegas Muhaimin.
Banyaknya TKI yang terkena kasus di Saudi itulah, kata Muhaimin, yang membuat pemerintah kedua negara sepakat bahwa moratorium (penghentian sementara) pengiriman TKI adalah jalan terbaik untuk memperbaiki dan menyempurnakan tata laksana penempatan Tki oleh swasta. “Moratorium ke Saudi tetap berlaku. Sektor penata laksana rumah tangga baru bisa dibuka kembali apabila beberapa hal telah disepakati,” tutur Muhaimin.
Kedua negara, kata dia, akan memperbaiki dan menata agensi-agensi penempatan TKI. “Termasuk kami membekukan agensi atau PJTKI yang tidak qualified,” imbuhnya.
Sementara itu ayah Tuti, Warjuki mengatakan akan meminta bantuan mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) untuk menyelamatkan Tuti," tambah dia.
Rencananya hari ini, Rabu (9/11) Warjuki akan berangkat ke Jakarta untuk bertemu JK dan SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia).
"Saya mau bertemu bupati dulu soal Tuti. Sebab, sebentar lagi hari Jumat ( eksekusi terpidana mati di Arab Saudi biasanya dilaksanakan pada hari Jumat). Sekarang saya sudah di pendopo, mau bicara dengan Pak Bupati. Besok (hari ini) saya berangkat ke Jakarta bertemu pak JK untuk meminta bantuan untuk menyelamatkan anak saya," katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua SBMI, Nisma Abdullah mengatakan, yang akan ditemui ayah Tuti bukan Wapres, Boediono, namun mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Dijelaskan Nisma, pada Kamis 10 November 2011, Kalla akan memandu acara di sebuah stasiun televisi, soal dialog untuk menolong para TKW yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. Acara itu akan dihadiri perwakilan DPR, dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Luar Negeri.
"Pastinya akan ada sesuatu yang disampaikan ayah Tuti pada JK. Karena Jusuf Kalla adalah tokoh yang punya kans tidak kecil untuk menyelamatkan Tuti," tambah dia.
Tak hanya menunggu kerja pemerintah untuk membebaskan Tuti, Nisma menambahkan, pihaknya terus memantau kondisi di Arab Saudi melalui jejaring yang ada di sana. "Kan biasanya jika ada eksekusi ada pengumuman melalui televisi dan koran, meski tidak disebutkan nama-namanya," kata dia.
Jika ada pengumuman eksekusi, pada hari Jumat, sejumlah aktivis akan disebar ke masjid-masjid yang punya tempat eksekusi. "Untuk memantau dan melihat siapa yang dieksekusi," jelas Nisma.
Sejauh ini pihaknya belum mengetahui perkembangan kasus Tuti. Namun, bisa dipastikan, maaf dari keluarga belum turun. Ini yang sulit. Apalagi, "keluarga besar korban sangat kuat, kabilah yang punya pengaruh. Mereka termasuk pembesar di Arab Saudi," jelas Nisma.
Ia juga membantah keterangan Satgas yang telah bertemu dengan keluarga korban dan pernyataan bahwa Tuti tidak akan segera dieksekusi karena Raja Arab Saudi belum menandatangani surat eksekusi. "Raja hanya menandatangani surat eksekusi terpidana yang bisa lolos dengan permaafan dari raja, bukan oleh keluarga korban."
Upaya memperoleh pemaafan untuk membebaskan Tuti Tursilawati dari pedang pancung di Saudi terus dilakukan oleh KBRI dan Satgas Perlindungan WNI. Untuk mengambil hati keluarga korban, KBRI dan Satgas mendekati kedua suku dan syekh setempat.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, mengatakan pembicaraan dengan keluarga korban adalah satu dari dua cara memperoleh pemaafan. "Ada dua jalur memperoleh pemaafan. Pertama melalui Gubernur atau lembaga ishlah, dan yang kedua melalui kepala suku," jelas Gatot.
Perundingan tersebut, lanjut Gatot, dilakukan dengan sangat hati-hati. Sehingga bertemu langsung dengan keluarga korban sebaiknya tidak dilakukan. Menurutnya, mendekati keluarga melalui tokoh suku maupun agama adalah cara yang paling ampuh untuk membujuk pemberian maaf.
Gatot mengatakan pembicaraan antara satgas dengan kepala suku al-Uttaibi, klan keluarga korban, telah dua kali dilakukan. Berkat strategi ini sebagian keluarga korban telah memberikan pemaafan, walaupun memang mayoritas anggota keluarga masih belum menerima.
Gatot menjelaskan, menurut peraturan kabilah, perlu ada aklamasi dari seluruh keluarga besar untuk pemaafan tersebut. "Saya kenal dengan salah satu tokoh al-Uttaibi, dia bisa menembus anak-anak korban. Menurutnya, ada satu yang menyatakan memaafkan. Kami masih berusaha keras untuk meyakinkan mereka," kata Gatot.
Selain berhubungan dengan tokoh-tokoh suku, KBRI dan Satgas juga akan memanggil Syekh atau tokoh agama untuk membujuk keluarga korban. Sebelumnya, pemerintah RI sudah mengirimkan surat kepada Gubernur dan Raja Saudi.
Tuti dituduh membunuh majikannya pada 11 Mei 2010 karena sudah berulangkali memperkosanya. Akibat peristiwa ini, Tuti divonis pancung oleh pengadilan Mekkah. Belum jelas kapan pelaksanaan eksekusi akan dilakukan, namun diprediksi setelah Idul Adha. (dtc/viv/kom)
Tidak ada komentar: